(Warning! Teks ini mencakup sebagian jalannya cerita).

Sejujurnya saya bukan penggemar film horor, baik buatan dalam maupun luar negeri. Alasannya sederhana, saya tidak bisa menemukan kesenangan ketika jatung berdebar ketakutan. Tapi ternyata ada yang berbeda ketika menonton film Pabrik Gula ini.

Ada dua alasan yang membuatku tertarik untuk menyaksikan "Pabrik Gula". Yang pertama adalah karena banyak orang antre panjang untuk melihat film tersebut, entah itu versi standarnya atau pun versinya yang belum dipotong. Mungkin bisa dibilang aku merasakan FOMO—ketakutan akan kehilangan sesuatu jika tak mengikutinya. Hal seperti itu bukannya tidak dapat dimengerti.

Selain itu, alasan lain mengapa saya pada akhirnya memutuskan untuk menonton film ini adalah ketika bekerja di industri televisi sebelumnya, saya pernah melakukan pengambilan gambar acara realitas di sebuah pabrik gula yang sudah tidak terpakai di wilayah Cirebon. Keinginan nostalgia muncul dalam diriku, ingin sekali merasakan lagi suasana tersebut di gedung lama itu. Saat itu, harapan saya hanyalah agar mereka bisa menggunakan pabrik gula dimana syuting saya dilakukan dahulu. Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, film ini menggunakan dua lokasi syuting yakni Pabrik Gula Gondang Winangoen di Klaten, Jawa Tengah serta salah satu pabrik gula tua di Cirebon.

Di kota Cirebon ternyata ada sejumlah pabrik gula, termasuk yang masih aktif dan juga yang sudah ditinggalkan. Menurut laporan dari Radar Cirebon, beberapa pabrik gula di wilayah tersebut berasal dariakhir abad ke-18, salah satunya adalah Pabrik Gula Sindanglaut yang lumayan tersohor.

Saya masih ingat saat berkunjung ke pabrik gula tersebut. Bangunannya tua dengan cat-cati suram yang mulai memecah di beberap area, halaman besar berisi peralatan raksasa, koridor yang menjorok dan sudut-sudut ruangan yang redup, semua menyatu menjadi atmosfer gelap dan sejuk yang unik. Bagi saya, film ini sukses menampilkan nuansa misterius itu kepada para pemirsanya.

Film Pabrik Gula bercerita tentang kelompok pekerja harian yang bekerja di sebuah pabrik tebu. Sejak kedatangan mereka di lokasi ini, mereka sering kali diganggu oleh fenomena gaib. Selain berurusan dengan pengaruh-pengaruh supranatural itu, terdapat juga insiden-insiden mengejutkan lainnya yang memperburuk situasinya dan menciptakan ancaman bagi keselamatannya.

Sama seperti banyak film horror lainnya, ceritanya tampak kurang berperan penting dalam pembentukan narasi keseluruhan. Hanya menampilkan nama "Simpleman," si penulis ide awal dari platform X, serupa dengan bagaimana film "KKN di Desa Penari" populer pada tahun 2022 silam. Alurnya begitu linear dan sangat mudah dipahami tanpa harus menebak-nebak. Memang cocok menjadi contoh film horor ringan bagi para pecinta genre tersebut; cukup demikianlah simpelnya.

Di sisi lain, meski skornya cukup membuat detak jantungku kacau, aku benar-benar terhibur dengan penampilan Franky (dimainkan oleh Benedictus Siregar) dan Dwi (perannya diperankan oleh Arif Alfiansyah). Menurut pendapatku, pasangan ini secara tidak langsung telah meringankanku dari rasa takut saat menyaksikan film tersebut (saya kurang suka nonton film horror karena memang saya orang yang paling cemas).

Menurut pendapatku, mereka sengaja ditambahkan agar film ini tak selamanya berfokus pada unsur horor; tidak secara berkelanjutan menghantui penonton dengan hantu demi hantu! Memang benar bahwa akhirnya film ini tampak kurang fokus pada genre horor murni, tetapi menurut pandangan pribadi saya, cenderung lebih kepada campuran antara horor dan komedi. Bisa jadi produser memang berniat meraih audiens yang lebih luas.

Komedi dalam film ini bukan hanya berasal dari skenario maupun percakapan antara tokoh-tokohnya yaitu Franky dan Dwi. Untuk menambah ketegangan lucunya, digambarkan pula dua petugas pengaman bernama Rano (dimainkan oleh Yono Bakrie) serta Karno (oleh Sadana Agung). Proses kreatif para pembuat film sangatlah pantas dipuji! Dimulai dengan penentuan nama karakter 'Rano' dan 'Karno', yang secara langsung bisa membuat orang tertawa hingga seleksi aktor menjadi Benedictus Siregar, Arif Alfiansyah, Yono Bakrie, dan Sadana Agung - semuanya memiliki latar belakang sebagai pelawak tunggal. Keseluruhan hal tersebut tampak serasi, alami, dan tidak nampak seolah-olah mereka sedang mencoba ekstra keras untuk membuat lelucon.

Saya pun menikmati bagaimana ritual supernatural dalam film ini digambarkan dengan kuatnya sentuhan tradisional; seolah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Film tersebut tampak serius dalam memperlakukan elemen-elemen budaya lokal, setara dengan cara penyajian hantu sebagai fokus utama dalam genre horor.

Saya sangat menganjurkan film ini sebagai pilihan yang menyenangkan dan menghibur. Dalam pandangan umum, saya akan memberinya skor 7,5 dari 10. Akan tetapi penting bagi Anda untuk ingat - dan patuhilah - batas usia penayangannya yakni 17 tahun atau lebih tua baik untuk edisi standar maupun tidak dipotong dari "Gula Pabrik". Setelah memastikan bahwa semua syarat telah terpenuhi, nikmati saja momen ketegangan bersama tawa. Hehe.

*

Judul: Pabrik Gula

Durasi: 133 menit

Kategori: komedi-horor

Tanggal peluncuran: 31 Maret 2025

Sutradara: Awi Suryadi

Produser: Manoj Punjabi

Penulis: Lele Laila

Para pemainnya adalah Arbani Yasiz, Ersya Aurelia, Erika Carlina, Bukie B. Mansyur, Wavi Zihan, Benidictus Siregar, Arif Alfiansyah, Yono Bakrie, Sadana Agung, dan sebagainya.

Distribusi: MD Pictures

*

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama