Oleh: Fitriyan Zamzami

.CO.ID, AMBON -- Setelah ditiup peluit penanda akhir pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2026 kemarin malam, bukan saja Stadion Gelora Bung Karno di Senayan yang bergemuruh dengan tepuk tangan dan suara riang. Tim nasional merayakan kemenangan sempit atas Bahrain ini mendapat sambutan hangat dari seluruh pelosok negara, termasuk daerah kepulauan Maluku yang jauh di timur nusantara.

Video-media sosial mengabadikan perayaan besar dengan kendaran bermotor yang melintasi jalanan utama di Ambon serta area sekitarnya. Suara-suara mesin bergema sambil mereka melewati berbagai rute. Bendera Nasional berkibar-kibar, klakson dipancarkan secara bersama-sama, dan sorakan riang terdengar meriah.

“Jembatan Merah Putih itu full !" ujar Heys Kailola, seorang karyawan di Ambon ketika dihubungi , Rabu (26/3/2025). Dia menyatakan bahwa acara tayang bioskop bersama yang berlangsung di Lapangan Merdeka di tengah kota Ambon dipadati oleh orang banyak.

Sudah dari dulu, antusiasme terhadap sepak bola di Maluku sedikit banyak berbeda dibandingkan daerah-daerah lain di Indonesia. Terdapat rasa gairah yang mencolok saat pertandingan-pertandingan besar diselenggarakan. "Semangat untuk olahraga ini memang sangat tinggi di tempat kami," kata Wijaya Barenz, jurnalis asal Ambon.

Perbedaan utama kali ini adalah fanatismenya tidak harus jauh dari tempat tinggal. Bagi beberapa orang, perekrutan Diaspora baru-baru ini dianggap sebagai naturalisasi pemain asing; namun bagi masyarakat Maluku, sebagian masih menganggapnya sebagai anak-anak Jazirah Para Raja.

Warga Ambon saat ini terampil menjelaskan asal-usul darah Maluku para pemain keturunan tersebut. "Beberapa orang membicarakannya, seperti contohnya (Ragnar) Oratmangoen yang berasal dari Tanimbar," ungkap Wijaya.

Pemain tim nasional Indonesia Ragnar Oratmangoen mencoba mengincar bola sambil bersaing dengan lawannya dari timnas Arab Saudi dalam pertandingan babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 Grup C yang digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, pada hari Selasa, tanggal 19 November 2024. - (/Thoudy Badai)

Heys bangga menyatakan dirinya 'seorang warga' bersama Eliano Reijnders Lekatompessy, yang asal-usul keluarganya berasal dari Latuhalat, Nusaniwe, Ambon. Di antara mereka berikut ini, terdapat pula Kevin Diks Bakarbessy yang memiliki latar belakang dari desa Waai di Salahutu, Maluku Tengah; Joey Pelupessy dari Saparua Timur, juga di Maluku Tengah; dan Shayne Pattynama yang sang ayah memiliki warisan etnis dari Pulau Haruku, lokasi yang sama di Maluku Tengah. Sebelum tim sekarang, telah ada Stefano Lilipaly yang berasal dari Ambon, serta Raphael Maitimo.

Jika disebut bangga, tentu saja bangga. Cukup dengan nama keluarga tertulis di jersey tim nasional mereka. bikin Bangga menjadi orang dari Ambon," ujar Heys.

Sebelum program penjemputan para pelaku asing dilaksanakan, pemain berasal dari Maluku telah sering kali menjadi bagian dari skuad timnas nasional. Dimulai dengan Ronny Pattinasarany yang lahir di Makassar, anak laki-laki dari Ambon bernama Rochy Putiray; sampai kepada alumni desa sepak bola Tulehu seperti Chairil Anwar Ohorella, Manahati Lestusen, Alfin Tuasalamony, Hasyim Kipuw, Abduh Lestaluhu, serta beberapa nama lainnya.

Meski begitu, para nyong Orang Maluku yang dilahirkan di Belanda tetapi pada akhirnya memperjuangkan warna Merah Putih memiliki kisah unik sendiri.

Kehadiran komunitas Maluku di Belanda telah berakar kuat sejak akhir tahun 1950-an. Pada masa tersebut, setelah serangan militer dari pihak Belanda, kira-kira 4.000 orang etnik Maluku tergabung dalam KNIL atau angkatan bersenjata Kerajaan Belanda yang tertinggal di Pulau Jawa. Presiden Soekarno menolak untuk membawa mereka pulang ke Maluku dikarenakan takut bahwa hal ini bisa menjadikannya sebagai dukungan bagi gerakan separatis di Maluku Selatan yang baru saja dibentuk pada saat itu.

Ketika tiba di Belanda, keluarga Maluku datang melalui kapal Kota Inten pada tahun 1951. -(Nationaal Archief Den Haag)

Ratusan keluarga tersebut, menyusun lebih dari 12.500 individu, selanjutnya dipindahkan ke Belanda. Mereka diajukan dengan keyakinan awal bahwa perpindahan ini hanya bersifat sementara dan akan kembali ke Maluku dalam waktu enam bulan, namun komitmen tersebut akhirnya tidak terlaksana.

Dalam tulisan "Membentuk Identitas Diaspora Maluku di Negara Belanda" yang disusun oleh peneliti BRIN Nur Aisyah Kotarumalos, diketahui bahwa kelompok etnik Maluku generasi awal yang tiba di Belanda menghadapi perlakuan tidak baik di benua Eropa tersebut. Sejumlah besar mereka diposisikan di lokasi mantan kamp-kamp Nazi dan beberapa juga dilepaskan dari layanan militer Kerajaan Belanda.

Keadaan di negeri penjajah tersebut menumbuhkan harapan untuk kembali ke tempat asal dan menciptakan negara yang bebas. Perasaan itu mencapai puncaknya di akhir dekade 1970 ketika sekelompok orang menyatroni kereta api dari Groningen menuju Amsterdam, mengambil alih Kedutaan Besar Indonesia di Amsterdam, hingga akhirnya menduduki bangunan pemerintahan. Di sekitar Assen. Pemberontakan tersebut akhirnya diredam, dan perubahan mulai bertahap terjadi dalam komunitas Maluku di Belanda.

Angkatan kedua dari warga keturunan Maluku ini mulai mengadaptasi diri menjadi orang Belanda sambil mempertahankan jati diri serta warisan budaya asal tanah air mereka. Sesuai pendapat Nur Aisyah, perasaan tentang pemisahan Maluku Selatan pun berangsur-berangsur pudar di kalangan angkatan berikutnya yang merupakan bagian dari komunitas diaspora Maluku di Belanda. Apalagi saat ini mereka telah lebih banyak menyatu dengan negeri tujuan leluhur mereka yang melarikan diri tersebut.

Giovanni van Bronckhorst adalah pelatih utama dari tim Rangers FC. -(AP/Manu Fernandez)

Saat fenomena tersebut sedang berlangsung, dunia sepak bola pun mulai menghasilkan bakat-bakat generasi campuran Maluku dengan keterampilan luar biasa. Di Piala Dunia tahun 2010, Giovanni van Bronckhorst, siapa yang merupakan cucu dari Lena Sapulette asli Ullath di Saparua, menjadi sosok Maluku pertama menjabat sebagai kapten tim nasional Belanda dalam pertandingannya Internasional kali ke-64. Tendangan indahnya selama pertandingan Piala Dunia 2010 lawan Uruguay bahkan ditetapkan oleh FIFA sebagai gol terbaik sepanjang turnamen tersebut.

Denny Landzaat pernah memakai seragam oranye selama periode 2001 hingga 2008. Demikian dilaporkan. Suara Maluku , Landzaat memiliki latar belakang Moluccan melalui ibunya yang bernama Salasiwa asli dari Pulau Buru. Karakter Landzaat ini menunjukkan dinamika kesetiaan para atlet berdarah Moluccan di Belanda.

Dilansir media Belanda, Landzaat sempat secara terbuka mendukung perjuangan orang-orang Maluku di Belanda. “Unik bukan, tiga orang Maluku dipilih untuk Oranye? Rakyat kami dulu memperjuangkan tiga warna Belanda di Indonesia; sekarang kami mempertahankan tiga warna yang sama seperti pemain sepak bola di lapangan,” ujarnya. Ia menuturkan, ibunya berusia dua tahun saat ikut dengan keluarganya serta para tentara KNIL yang dibawa ke Belanda dahulu.

Asisten Pelatih Tim Nasional Indonesia, Denny Landzaat, hadir dalam acara konferensi pers peluncuran jajaran staf kepelatihan tim nasional Indonesia yang berlangsung di Jakarta pada hari Minggu, 12 Januari 2025. -( /Prayogi)

Baru-baru ini, Landzaat menjadi bagian dari staf pelatih yang dipimpin oleh Patrick Kluivert untuk melatih Tim Nasional Merah Putih. Dia pernah kembali sementara ke Maluku bersama dengan rekan-rekannya saat bekerja di bawah asuhan Alex Pastoor. Dengan latar belakang Maluki-nya dahulunya sebagai dasar kuatnya bermain untuk timnas Belanda layaknya anggota tentara KNIL, kini Landzaat menjadikan warisan tersebut untuk mendukung dan membangun Timnas Merah Putih lebih baik lagi.

Demikian juga alasan para nyong Maluku dari Belanda menyampaikan tentang keinginan mereka untuk memperkuat tim nasional saat ini. "Hal ini juga berkaitan dengan keluargaku; kakek dan nenek lahir di tempat ini, putra tertua mereka pun demikian. Saya memiliki darah Indonesia yang mengalir dalam diriku sehingga bermain bagi timnas menjadi sangat spesial," ungkap Joey Pelupessy.

Walaupun mungkin tidak disadari oleh mereka, adanya para pemain berketurunan Maluku-Belanda dalam timnas ini dapat menjadi bentuk penyelesaian untuk perjuangan nenek moyang mereka yang dahulunya dipindahkan ke Belanda dan dilarang kembali. Ini juga merupakan halaman baru dalam hubungan antara komunitas Maluku di luar negeri dengan Republik Indonesia.

Apabila mereka mampu mengantar timnas dalam petualangan panjang itu, mustahil memprediksi seberapa besar kegirangan di Maluku. Kehebohan khusus bagi nuansa merah dan putih tanpa campuran biru di sana.

Post a Comment

أحدث أقدم