Mendekati Hari Raya Idulfitri 1444 Hijriah, kegiatan di stasiun menjadi sangat ramai dengan gerak-gerik para pemudik. Berbicara tentang stasiun tidak dapat dipisahkan dari pekerjaan portir, istilah untuk mereka yang umumnya mengantar dan memuat bagasi penumpang kereta api.

Biasanya mereka bertahan di depan pintu masuk stasiun, mengawalinya dengan menunggu para penumpang yang memerlukan bantuan mereka.

"Pak, boleh saya bantu dengan layanan porter," terdengar suara dari seorang porter yang menawarkan diri di Stasiun Surabaya Gubeng pada hari Jumat (28/3) malam.

Badannya meskipun kecil, tidak menyulitkan pemuda itu untuk menggendong berbagai perlengkapan bagasi penumpang kereta api yang memakai layanannya. Ia bernama Tri Pujiono. Sudah 15 tahun lamanya ia bekerja sebagai porter di Stasiun Surabaya Gubeng dan dia merupakan orang asli dari Jawa Tengah.

"Telah 15 tahun lamanya bekerja sebagai porter di tempat ini," kata Tri ketika ditemui Basra antara tenggang kesibukannya.

Walaupun beban barang yang harus ia bawa cukup berat, tetapi tidak sepadan dengan upah yang didapat. Pada dasarnya tiap kali membawa muatan, terdapat tarif standar yang sudah disetujui oleh para porter di Stasiun Surabaya Gubeng, yaitu sebesar Rp 20 ribu.

"Kami tidak harus membayar melebihi dua puluh ribu rupiah. Oleh karena itu, batas tertinggi tarifnya adalah sebesar itu," jelas Tri.

Meski demikian, Tri mengakui bahwa ia kerap mendapatkan bayaran kurang dari Rp 20 ribu. Ia biasanya hanya memperoleh upah berupa sumbangan sukarela dari para penumpangnya.

"Tidak selalu begitu, kadang penumpang memberi kami uang sebesar Rp 10 ribu hingga Rp 15 ribu per pengiriman barang. Dengan kerelaan dari mereka," tambah Tri.

Namun begitu, Tri masih bersyukur atas setiap rezekinya. Terlebih lagi, para porter di Stasiun Surabaya Gubeng sangat menghargai suasana kekeluargaan. Menurut pengakuan Tri, mereka tidak pernah bertarung untuk mendapatkan penumpang.

"Tidak ada berebut (untuk penumpang), cukup berdasarkan urutan saja," katanya dengan tegas.

Bukan saja gajinya dibayarkan dengan tidak patut, Tri sering kali menerima kemarahan dari para penumpang yang memakai layanannya. Walau begitu, Tri menyebut bahwa ia tak pernah merasa terluka oleh kata-kata kasar yang ditujukkannya.

"Kami kak bergerak di bidang layanan ini, jadi para penumpang adalah raja kami. Meskipun mereka marah sekalipun, kita tak boleh membali balas. Harus diterima saja," ujarnya sambil tersenyum.

Pada masa Idulfitri seperti sekarang, tempat pekerjaan favorit untuk para porter stasiun muncul. Biasanya, mereka hanya memindahkan bagasi kurang dari tujuh orang per gerbong kereta yang tiba. Namun, pada periode ini, pendapatan mereka naik dua kali lipat.

"Saya bersyukur atas kenaikan yang terjadi dibandingkan dengan hari-hari normal lainnya, namun memang kurang ramai daripada tahun lalu," katanya.

Tri mengaku bahwa jumlah penumpang kereta selama arus mudik Lebaran tahun ini masih setinggi tahun sebelumnya. Akan tetapi, pengguna layanan porter tidak secukupnya dibandingkan dengan tahun lalu.

"Jumlah penumpang menggunakan layanan porter kurang banyak dibandingkan tahun lalu. Namun itu tidak masalah, cukup bersyukur saja," tuturnya demikian.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama