
SURABAYA, - Ular piton Jawa serta ular King Cobra adalah spesies reptil berbahaya yang dapat mengancam keselamatan manusia.
Kedatangan mereka ke pemukiman penduduk pasti menyebabkan rasa cemas, khususnya saat musim hujan datang, yaitu ketika musim bertelurnya ular dan anak ular mulai muncul dari sarang.
Walaupun memiliki nama yang hampir sama dan kedua-duanya berbisa, ular kobra berbeda dari king kobra.
Berdasarkan pandangan pakar hewan liar Boedi Setiawan, dari sudut pandang taksonomi, ular kobra Jawa dan king kobra memiliki perbedaan yang jelas.
"Ular King Kobra termasuk dalam genus Ophiophagus, sementara ular kobra masuk ke dalam genus Naja," jelas pria yang biasa dipanggil Cak Boeseth tersebut. , Rabu (26/3/2025).
Perbedaan jenis ini menyebabkan ular kobra dan king kobra memiliki perbedaan dalam sistem klasifikasi ilmiah.
Beda ciri fisik
Menurut cirinya secara fisik, king kobra adalah ular terpanjang di dunia dengan panjang yang dapat mencapai antara lima sampai enam meter.
"Sebaliknya, kobra Jawa ini cukup serupa dengan kobra Sumatera, panjangnya berkisar antara 2,8 hingga 3 meter," ujarnya.
Di samping itu, dalam struktur mulutnya, kobra Jawa mempunyai dua buah lubang racun. Lubang yang pertama berfungsi saat ular tersebut menggigit.
Selanjutnya, lubang-lubang tersebut berguna untuk menonaktifkan prey dengan mengeluarkan racun. spitting Menuju wajah mangsa tanpa menyengat.
Pada waktu yang sama, king kobra tak mampu memuntahkan racunnya. Jadi, jika berhadapan dengan kobra jawa, sebaiknya pertahankan jarak lebih dari satu meter, terutama ketika sedang bersiteansi. face to face "Berhati-hatilah agar tidak tersiram oleh racunnya karena bisa menyebabkan kebutaan," kata lelaki yang sekaligus adalah dosen di Bidang Studi Klinik Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga (Unair) Surabaya tersebut.
Beda habitat
Ular king kobra dapat bertahan selama 15 hingga 20 tahun dalam lingkungan aslinya yaitu hutan terpencil yang tidak banyak dikunjungi oleh manusia.
Tidak sama dengan ular kobra Jawa yang biasanya ditemukan di area sekitar pemukiman manusia, termasuk sawah, tegalan, dan lahan pertanian, dengan umur harapan hidup berkisar dari lima sampai sepuluh tahun.
"Saat hutan masih ada, umumnya terdapat king kobra di sana, namun untuk jenis kobra Jawa, dikarenakan habitat mereka yang berdekatan dengan pemukiman, sehingga kejadian ular masuk ke dalam rumah penduduk kerap kali terjadi," katanya.
Berdasarkan penyebarannya berdasarkan lokasi geografis, ular kobra Jawa bisa ditemui di Pulau Jawa, Bali, Lombok, serta Flores.
Pada saat yang sama, king kobra memiliki area distribusi utama di India dan kemudian merambah ke wilayah Asia Tenggara, mencakup Indonesia.
Cak Boeseth mengatakan bahwa umumnya betina jenis ular king kobra akan membuat sarang berupa timbunan daun kering yang layu atau kayu mati.
"Bila berkaitan dengan kobra Jawa, mereka membuat sarang dalam bentuk lobang atau gua di bawah tanah, tempat yang gelap, lembab, dan hangat karena mereka cenderung menyukai lingkungan yang hangat," katanya.
Mangsa favorit
Dia juga menambahkan bahwa keduanya, sebagai hewan berdarah dingin, memiliki preferensi mangsa yang berbeda.
King kobra dikenal sebagai "raja" lantaran mampu memangsa ular-ular dengan kadar racun yang lebih rendah.
Kobra Jawa hanya berburu hewan pengerat atau burung sebagai makanan.
Itu berkaitan dengan tipe racun yang ada di kedua ular tersebut.
Kobra raja mempunyai zat beracun. Ophiophagus hannah yang termasuk sebagai salah satu toxin dari ular yang paling berbahaya di seluruh dunia.
Menurut Cak Boeseth, perbedaannya adalah bahwa ular king kobra mampu menghabisi seekor gajah atau setara dengan kekuatan yang dimiliki oleh 20 orang dewasa.
"Bila kita bicara tentang ular kobra Jawa, bisa dikatakan bahwa racunnya kurang kuat dan serum antivirus untuk jenis ini telah tersedia di Indonesia. Namun, jika membahas mengenai ular king kobra, serum penawarnya belum diproduksi lokal dan perlu diimpor dari luar negeri, sehingga proses pengobatan menjadi lebih lambat dan kondisinya cenderung lebih berbahaya," jelaskannya.
Periode ganti kulit
Walaupun demikian, keduanya tetap memiliki beberapa persamaan, berikut diantaranya: moulting atau masa pergantian kulit yang terjadi satu kali dalam setahun dengan durasi rata-rata antara 30 hingga 40 hari.
Di samping itu, ular kobra menghabiskan sekitar dua bulan untuk periode pembuahan telur dan dua bulan lagi selanjutnya untuk proses pengeraman telur.
Masa telur menetas umumnya terjadi selama musim hujan yang berlangsung dari bulan November sampai Januari.
"Sejak curah hujan tahun ini tertunda hingga sekitar bulan Maret, banyak telur ular kobra belum menetas tepat waktu. Oleh karena itu, sering kali kita melihat kejadian ular memasuki pemukiman warga," paparan sang lelaki, yang juga dikenal sebagai fotografer alam liar tersebut.
Menurut Cak Boeseth, pada dasarnya manusia tidak dimaksudkan sebagai sasaran bagi ular kobra.
Tetapi, mereka akan melakukan serangan jika merasa terancam sebagai cara untuk membela diri.
Oleh karena itu, apabila mereka secara tidak sengaja tertapak atau disentuh oleh manusia, mereka akan menganggap diri mereka dalam ancaman. Kemudian, hal ini akhirnya menerapkan suatu teknik defense Yang umum terjadi, ular kobra akan menjulang tegak sambil meregangkan area lehernya atau yang disebut tudungnya," jelasnya.
"Maka itu, jika kita menyebut kobra Jawa juga dikenal sebagai ular sendok berkat ukurannya yang kecil mirip dengan sendok," katanya.
Posting Komentar